Senin, 16 September 2013

Penggunaan Bahan Perusak Ozon Pada Industri Dilarang Mulai 2015

Posted by Odiwijaya on 12.05

hcfcIlustrasi ikatan karbon HCFC (wikimedia commons).

Komitmen yang kuat dari seluruh pihak dan sosialisasi secara terus-menerus dalam melindungi lapisan ozon di atmosfer kita, secara langsung dapat berkontribusi terhadap perlindungan iklim global serta akan mendukung pencapaian masa depan yang lebih baik. Seperti dicanangkan dalam tema Hari Ozon Internasional 2013—“A Healthy Atmosphere, the Future We Want.”

Pemerintah untuk terus berupaya mengurangi penggunaan hidroklorofluorokarbon (HCFC) yang merupakan bahan perusak lapisan ozon (BPO). HCFC juga punya nilai potensi pemanasan global yang tinggi.

Bahan itu tidak boleh lagi digunakan di industri per tahun 2015. Di 2015, konsumsi HCFC ditargetkan turun 10 persen, kemudian 10 persen lagi pada 2018, hingga mencapai nol pada 2030.

Untuk mencapai target, pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari industri pengguna, end-user, akademisi, media massa hingga masyarakat.

Salah satu langkah yang diambil adalah memberi insentif kepada lembaga dan perusahaan untuk pengembangan teknologi mengganti HCFC. Menurut Arief Yuwono, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup, di Jakarta, Jumat (13/9) lalu, sebanyak 78 perusahaan akan mendapat dana stimulan dari hibah internasional.

"Insentif disediakan bagi perusahaan nasional yang berkomitmen betul-betul untuk mengurangi HCFC," tambah Asisten Deputi Emma Rachmawaty. "Lalu, penting juga mengawasi impor karena mayoritas bahan HCFC diimpor," ujar Emma.

Sebelumnya pemerintah Indonesia telah berhasil dalam menghapuskan impor BPO jenis klorofluorokarbon (CFC) yang dikenal luas dengan sebutan Freon R-12 dan R-11 sejak 1 Januari 2008.

Sesuai kesepakatan dalam Protokol Montreal tahun 1987, pihak pemerintah berkewajiban menghapuskan BPO di Indonesia demi mendukung program perlindungan lapisan ozon.

Konvensi Wina dan Protokol Montreal merupakan suatu kesepakatan global dalam melaksanakan program perlindungan lapisan ozon stratosferik. Sebanyak 197 negara meratifikasi perjanjian tersebut, termasuk Indonesia.
(Gloria Samantha. Sumber: KLH, Kompas)


View the original article here

0 komentar:

Posting Komentar

Search Site