Ilustrasi. (Thinkstock)
Komunitas relawan yang terhimpun dalam Inisiatif Penerjemahan Sastra menyelenggarakan lokakarya, seminar, dan forum penerjemahan sastra sejak 2012. Tahun ini, bermitra dengan British Centre for Literary Translation dan Paper Republic, lokakarya akan diadakan kembali tanggal 23 - 28 September mendatang, di Jakarta.
Menurut penggagas sekaligus ketua panitia Eliza Vitri Handayani, kegiatan ini ditawarkan untuk upaya membangun suatu ruang yang bisa memajukan penerjemah Indonesia—khususnya mempromosikan bidang penerjemahan sastra.
Salah satu peserta tahun lalu ialah Dina Begum, penerjemah profesional yang telah menerjemahkan banyak buku asing. Ia menyatakan, adanya lokakarya ini baginya kesempatan untuk menimba ilmu dan memperluas jejaring.
Dina menggarisbawahi pula bahwa kondisi saat ini untuk Indonesia terjemahan sastra ke berbagai bahasa asing kurang, porsinya bukan prioritas. Dan hal itu merupakan imbas dari kurangnya animo dan apresiasi sastra Indonesia sendiri.
"Penerjemahan sastra masih kurang dilirik ketimbang bidang penerjemahan lain, sebut saja terjemahan dokumen, atau penerjemah lisan (interpreter) yang lebih tinggi," senada diungkap Iwan Sulistiawan, Kepala Jurusan Bahasa Asing LIA dan penulis prosa.
"Kalau para mahasiswa di jurusan bahasa asing sekarang, saya lihat mata kuliah sastra bukan populer, diambil hanya karena kewajiban, malah sering dianggap menjadi beban. Tapi memang juga ini tak lepas dengan sistem pendidikan yang menempatkan sastra hanya suplemen pelajaran bahasa," imbuh Iwan.
Peserta lokakarya kali ini meningkat secara jumlah dan semakin beragam asal. Eliza menyebut, peserta lokakarya 2013 tidak hanya berasal dari Jakarta tetapi juga dari Medan, Bali, Salatiga, Yogyakarta, Surabaya, Palembang, Samarinda, hingga Singapura, dan Malaysia.
Ada empat kelas lokakarya penerjemahan: Bahasa Indonesia-Bahasa Inggris, Bahasa Inggris-Bahasa Inggris, Bahasa Norwegia-Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia, serta Bahasa Mandarin-Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia. Seluruhnya menghadirkan dan seorang penerjemah andal dan penulis asli.
(Simak: Manfaat Baca untuk Kesenangan)
Ilustrasi. (Thinkstock)Di antaranya penulis Filipina, Jose Dalisay, yang masuk nominasi penghargaan Man Asian Literary Prize.
"Penulis yang kami pilih parameternya tertarik dengan proses penerjemahan; mudah didekati untuk interaksi dengan peserta; dan memiliki karya dengan tingkat kesulitan cukup, dari segi konteks budaya ataupun bahasanya. Sebab juga demi misi pertukaran antara sastra Indonesia dengan sastra Asia Tenggara dan dunia," terang Eliza.
Selain itu, dalam salah satu kegiatan berupa temu antara peserta dengan sejumlah industri penerbitan, harapannya dapat menjembatani beberapa problem utama di kalangan penerjemah buku dan penerbit. Antara lain tenggat waktu, royalti, tidak ada kerja sama antara dengan penyunting.
"Untuk para penerjemah mendiskusikan kebutuhan dan kemudian memajukannya," pungkas Eliza. Sementara Dina Begum mengungkapkan, "Ketiadaan royalti bagi penerjemah ini memengaruhi kualitas [terjemahan] buku."
(Gloria Samantha)
0 komentar:
Posting Komentar