Kalau sedang kumpul-kumpul, begadang, maka akan terlihat ada yang meneriakkan“skak …”, “skak mat …”,
dst. Permainan catur ini sangat popular sekali. Kadang permainan ini
menghabiskan waktu berjam-jam untuk karena memikirkan strategi untuk
mematikan raja si lawan. Mengenai permainan yang satu ini jika
melalaikan dari kewajiban shalat karena berjam-jam meski nongkrong untuk
mematikan lawan, maka jelas terlarang. Namun jika tidak melalaikan,
masih diperselisihkan oleh para ulama. Simak saja bahasan rumaysho.com
kali ini.
Hukum Bermain Catur
Mengenai hukum bermain catur, dapat dirinci menjadi dua:
1. Jika bermain catur sampai meninggalkan kewajiban dan berisi perbuatan yang haram, maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَكَذَلِكَ
يَحْرُمُ بِالْإِجْمَاعِ إذَا اشْتَمَلَتْ عَلَى مُحَرَّمٍ : مِنْ كَذِبٍ
وَيَمِينٍ فَاجِرَةٍ أَوْ ظُلْمٍ أَوْ جِنَايَةٍ أَوْ حَدِيثٍ غَيْرِ
وَاجِبٍ وَنَحْوِهَا
“(Bermain catur) itu diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan
para ulama) jika di dalamnya terdapat keharaman seperti dusta, sumpa
palsu, kezholiman, tindak kejahatan, pembicaraan yang bukan wajib”
(Majmu’ Al Fatawa, 32: 245).
Jika
demikian, jika bermain catur sampai melalaikan dari shalat lima waktu
dan berjama’ah di masjid –bagi pria-, dalam kondisi ini permainan catur
dihukumi haram. Dan inilah kebanyakan yang terjadi. Karena sibuk
memikirkan strategi, pikirannya dihabiskan berjam-jam sehingga akhirnya
meninggalkan shalat.
2. Jika tidak sampai melakukan yang haram atau meninggalkan kewajiban, maka terdapat khilaf atau perbedaan pendapat di antara para ulama.
Pendapat
pertama, hukumnya tetap haram. Demikian pendapat mayoritas ulama dari
ulama Hambali, Malikiyah, Hanafiyah dan fatwa dari ulama saat ini
seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim dan fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil
Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’.
Pendapat
kedua, hukumnya tidak haram. Demikian disebutkan oleh sebagian ulama
Syafi’iyah dan diikuti ulama belakangan seperti Yusuf Qordhowi dalam
kitabnya Al Halal wal Haram.
Dalil ulama yang mengharamkan adalah sebagai berikut.
ملعون من لعب بالشطرنج والناظر إليها كالآكل لحم الخنزير
“Sungguh terlaknat siapa yang bermain catur dan memperhatikannya, ia seperti orang yang memakan daging babi”
(Disebutkan dalam Kunuzul ‘Amal 15: 215) Namun hadits ini mengandung
cacat dari dua sisi: (1) mursal dan (2) majhulnya satu orang perowi
yaitu Habbah bin Muslim. Sehingga hadits ini dho’if.
Begitu pula hadits-hadits yang membicarakan haramnya catur tidak keluar
dari hadits yang dho’if dan palsu (Demikian disebutkan oleh guru kami
Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam kitab beliau Al Musabaqot hal. 227).
Dalil yang lain adalah perkataan ‘Ali bin Abu Tholib berikut:
عَنْ
مَيْسَرَةَ بْنِ حَبِيبٍ قَالَ : مَرَّ عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ رَضِىَ
اللَّهُ عَنْهُ عَلَى قَوْمٍ يَلْعَبُونَ بِالشَّطْرَنْجِ فَقَالَ (مَا
هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِى أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ)
Dari Maysaroh bin Habib, ia berkata, “’Ali
bin Abu Tholib radhiyallahu ‘anhu pernah melewati suatu kaum yang
sedang bermain catur. Lantas ia berkata, “Apa geragangan dengan
patung-patung yang kalian i’tikaf –atau berdiam lama- di depannya?” (HR. Al Baihaqi 10: 212). Imam Ahmad berkata bahwa inilah hadits yang paling shahih dalam bab ini.
Sedangkan
ulama yang membolehkan permainan catur beralasan bahwa Asy Sya’bi
–ulama terkemuka di masa silam- pernah bermain catur. Dan hukum asal
segala sesuatu adalah halal sampai ada dalil tegas yang mengharamkannya.
Pendapat yang terkuat dalam hal ini adalah yang mengharamkan catur dengan alasan:
1.
Meskipun hadits yang melarang adalah dho’if, namun terdapat dalil dari
perkataan ‘Ali bin Abi Tholib yang berisi pengingkaran beliau. Inilah
pemahaman secara tekstual dari dalil tersebut.
2.
Buah catur tidak ubahnya seperti patung yang memiliki bentuk.
Sebagaimana diketahui bahwa memiliki gambar atau patung hukumnya adalah
haram, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
“Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk yang memiliki ruh)”
(HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106). Patung catur termasuk dalam
gambar tiga dimensi dan terlarang pula berdasarkan hadits ini. Demikian
alasan dari Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah.
3. Ulama yang membolehkan catur memberikan syarat: (1) tidak sampai berisi keharaman seperti judi dengan
memasang taruhan, perkataan sia-sia atau celaan, dan dusta, (2) tidak
sampai meninggalkan kewajiban seperti meninggalkan shalat. Namun syarat
ini jarang dipatuhi oleh pemain catur sebagaimana kata guru kami, Syaikh
Sholeh Al Fauzan hafizhohullah ketika membantah pernyataan Yusuf Qordhowi dalam Al Halal wal Haram yang membolehkan permainan catur. Jika syarat di atas jarang dipatuhi, bagaimana mungkin kita katakan boleh-boleh saja bermain catur?
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Permainan catur tetap dinilai haram oleh mayoritas ulama meskipun
tidak terdapat hal-hal yang terlarang. Dilarang demikian karena catur
sering melalaikan dari berdzikir pada Allah, melalaikan dari shalat, menimbulkan permusuhan dan kebencian dan
hal ini berbeda dengan permainan dadu apabila dadu tersebut disertai
adanya taruhan. Namun jika permainan catur dan dadu sama-sama memakai
taruhan, catur dinilai lebih jelek” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 245).
Bermain Catur Termasuk Maysir
Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi
(maysir), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90). Maysir sebenarnya lebih umum dari berjudi.
Kata Imam Malik rahimahullah, “Maysir ada
dua macam: (1) bentuk permainan seperti dadu, catur dan berbagai
bentuk permainan yang melalaikan, dan (2) bentuk perjudian, yaitu yang
mengandung unsur spekulasi atau untung-untungan di dalamnya.” Bahkan Al
Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr memberikan jawaban lebih umum ketika
ditanya mengenai apa itu maysir. Jawaban beliau, “Setiap yang melalaikan
dari dzikrullah (mengingat Allah) dan dari shalat, itulah yang disebut
maysir.” (Dinukil dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 39: 406).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Permainan catur termasuk kemungkaran sebagaimana yang dinyatakan oleh
‘Ali, Ibnu ‘Umar dan sahabat lainnya. Oleh karena itu, Imam Abu Hanifah,
Imam Ahmad dan selainnya bersikap keras dalam hal ini, sampai-sampai
mereka mengatakan, “Tidak boleh menyalami para pemain catur karena
mereka nyata-nyata menampakkan maksiat.” Sedangkan murid-murid Abu
Hanifah berpendapat bahwa tidak mengapa jika menyalami mereka” (Majmu’
Al Fatawa, 32: 245).
Sebagai penutup kami sampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Sumber : http://ardiresistance.blogspot.com/2012/04/bermuka-manis-di-hadapan-orang-lain.html
Sumber : http://ardiresistance.blogspot.com/2012/04/bermuka-manis-di-hadapan-orang-lain.html
0 komentar:
Posting Komentar