Betapa Dihargai dan Dihormatinya Wanita di Arab Saudi (Catatan Perjalanan Wartawan Tribun) - Berada di Kota Mekkah dan Madinah Arab Saudi selama lebih dari sepekan memberi begitu banyak pengalaman berharga. Tidak saja karena kedua kota ini merupakan kota suci bagi umat Islam di seluruh dunia, tapi juga betapa warga Arab Saudi sangat menghargai kaum wanita dari negara manapun mereka berasal.
Tak seperti di tanah air ataupun di negara-negara lainnya, di Arab Saudi terutama di Mekkah dan Madinah kita tidak akan menemukan kaum wanita yang bekerja di luar rumah, misalnya di toko ataupun kantor-kantor pemerintahan.
Kaum wanita di kedua kota ini lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka. Para pria lah yang sepenuhnya mengambil alih tugas sebagai kepala keluarga dengan bekerja.
Namun demikian ada juga kaum wanita yang bekerja sebagai pedagang tapi bukan di toko-toko melainkan sebagai pedagang emperan (pedagang kaki lima) yang menggelar dagangannya di sekitar Masjid Nabawi Madinah maupun di sekitar Masjidil Haram Mekkah. Sebagian besar dari mereka adalah para pendatang dari luar Arab Saudi yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pedagang di kota suci.
Moidin, pedagang Toko Al-Rabia Shop di Kota Madinah saat berbincang dengan saya, akhir bulan Januari lalu mengatakan, kaum wanita di Arab Saudi terutama di Kota Madinah dan Mekkah tidak ada yang bekerja, kecuali sebagai perawat di rumah sakit.
"Mereka hanya bekerja sebagai perawat atau dokter di rumah sakit. Jadi tidak ada wanita yang bekerja disini," kata Moidin, warga India yang sudah bertahun-tahun menetap di Arab Saudi.
Penghargaan terhadap kaum wanita juga dialami langsung wartawan Tribunnews (saya) saat hendak membeli simcard Arab Saudi provider STC di counter STC di Kota Madinah. Ditemani mutawif (guide/pemandu) Ustad Fahmi, saya mendatangi counter STC.
Saat itu antrean cukup banyak dipenuhi kaum pria yang sebagian besar adalah para pendatang yang kebetulan sedang melaksanakan ibadah umroh di tanah suci. Sama seperti saya, mereka pun hendak membeli simcard STC untuk digunakan sebagai alat komunikasi selama berada di tanah suci.
Ustad Fahmi kemudian menyarankan saya untuk maju kedepan antrean dan melewati para lelaki yang sedang mengantre. Menurut Ustad Fahmi, jika perempuan yang mengantre maka akan didahulukan oleh petugas provider.
Benar saja, begitu saya melewati para pengantre yang semuanya adalah para lelaki dan mengatakan "simcard please" kepada petugas counter sambil menunjukkan ID card umroh, sang petugas langsung memanggil dan mengambil ID card saya dan langsung melayani pembelian simcard dengan terlebih dahulu meregistrasi identitas saya.
Tak ada komplain ataupun protes dari para pengantre yang sudah terlebih dahulu mengantre di counter itu karena mereka juga menyadari bahwa di Arab Saudi, wanita selalu dihormati dan diprioritaskan dalam segala hal.
Dewi Agustina ke Kota Mekkah dan Madinah
Lalu bagaimana dengan di Indonesia?
Dengan paradigma yang dilontarkan barat melalui kaki tangannya (baca : antek penjajah) di bumi pertiwi, secara tidak sadar Indonesia telah terbawa dalam budaya barat yang mengagungkan kebebasan. Namun ironisnya kebebasan tersebut ternyata telah menyalahi kodrat wanita sebagai makhluk yang paling mulia.
Pihak barat tentu sangat ingin agar para wanita keluar rumah, berkarir sehingga melupakan anak generasi muda atau anaknya. Tidaklah heran juga dengan tanpa penuh kasih sayang orang tua mengapa sekarang banyak anak pelajar yang suka tawuran menggunakan narkoba dll.
Semoga perjalanan ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua terutama para pengagum barat agar tidak secara mentah-mentah menelan segala informasi dan keindahan barat jika ternyata bertentangan dengan kodrat wanita.
0 komentar:
Posting Komentar